Page 72 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 72
seperti uraian Saudara Sukidi (Bentara Kompas, 2 Maret 2005). Kesulitan
serupa dihadapi bangsa-bangsa Muslim yang telah merdeka dan bebas dari
kolonialisme mengenai bagaimana menyusun kehidupan negara di tengah
percaturan peradaban dunia modern dan global.
Kecenderungan ideologisasi, lebih-lebih lagi peng-kudus-an ajaran
Islam, dari tafsir para ulama Salaf bisa dilihat dari kekacauan penempatan
ajaran Islam yang otentik berasal dari wahyu Tuhan dan kenabian
Muhammad saw dengan ajaran Islam sebagai hasil penafsiran para ulama
Salaf atas ayat-ayat Alquran dan Sunnah Nabi. Keyakinan kebenaran mutlak
dan kesempurnaan atas ajaran Islam kemudian diterakan pada ajaran Islam
sebagai hasil penafsiran ulama Salaf. Peng-kudus-an hasil pemikiran (tafsir)
dari ulama Salaf seperti itu diperkuat oleh sistem hierarki ke-kudus-an yang
menempatkan kehidupan generasi sahabat lebih kudus dan lebih benar dari
generasi tabi’in (pasca sahabat) dan seterusnya. Posisi ulama Salaf tersebut
tercermin dari ajaran Islam tentang Hari Kiamat di masa depan dalam proses
sejarah sebagai kepastian degradasi etika-moral dalam perjalanan sejarah
umat manusia. Sejarah masa depan kemudian dipahami sebagai kisah
kehancuran moral dan peradaban dengan puncak peristiwa Kiamat.
Kecenderungan Salafi sulit diterakan pada gagasan keagamaan Ahmad
Dahlan, seperti cap puritanisme kepadanya. Pemberian label Salafi dan
Islam puritan terhadap gagasan keagamaan Muhammadiyah dan Kiai Ahmad
Dahlan lebih didasarkan praktik keagamaan aktivis Muhammadiyah dari
generasi sesudah pendiri gerakan itu wafat. Sulit ditemukan dokumen yang
bisa dipercaya berhubungan langsung dengan gagasan dan kerja sosial yang
menyatakan bahwa Kiai Ahmad Dahlan menggunakan kosa-kata Salaf dan
Islam puritan dalam menjelaskan pandangan keagamaan dan aksi sosial-
budayanya. Pendiri gerakan Islam modernis terkemuka ini hanya sesekali
mengkritik kepercayaan terhadap jimat-jimat dan praktik agama dengan
taklid, tapi sulit diperoleh data tentang kritiknya atas tradisi keberagamaan
Islam yang populer ketika itu yang bisa dikaitkan dengan Islam puritan.
Kiai Ahmad Dahlan memiliki gagasan genial dan otentik yang tidak
[70] K.H. Ahmad Dahlan