Page 232 - Catatan Peradaban Islam
P. 232
penelitian ilmiah dibangun, satu di Damaskus dan satu lagi
di Bahgdad dekat Baitul Hikmah.
Para sejarawan menilai Al-Ma’mun sebagai kaisar
Augustus-nya orang Arab. Ia memahami betul bahwa
khalifah-khalifah adalah pilihan Allah dan hamba-hamba
yang berguna untuk memajukan negara dan bangsa.
Baghdad menjadi pusat semangat ilmiahnya yang khas dan
merupkan sumber kejayaan Eropa pada masa berikutnya.
Pujian ini tidak terlepas dari corak kepemimpinan Al-
Ma’mun yang berpikir rasioanal yang memadukan filsafat
Yunani dengan ajaran Islam. Al-Ma’mun juga memberi
kelonggaran gerak kaum Syi’ah walaupun Daulah Abbasiyah
beraliran Sunni. Ini terbukti pada peristiwa tahun 817 M
yang merupakan titik balik yang mendasar pada pemikiran
Al-Ma’mun. ia mengutus tokoh-tokoh Syi’ah menuju
Madinah untuk mengundang Ali Al-Rida, keturunan Ali bin
Abi Thalib. Kedatangan Al-Rida di Khurasan disambut
dengan baik dan penghormatan. Kemudian Al-Ma’mun
mengawinkan Al-Rida mengawinkannya dengan putrinya
Umm Fazl. Secara tak diduga, ia mengangkat Al-Rida menjadi
penggantinya setelah ia meninggal. Lalu hal itu diumumkan
ke wilayah-wilayah Islam pada saat itu.
Sebagai tanda kesungguhannya, ia menukar lambang
resmi Abbasiyah yang berwarna hitam dengan warna hijau
(lambang keluarga alawin), baik pada pakaian resmi seperti
jubah maupun serban ataupun panji-panji, bendera, dan
tanda-tanda lain kedaulatan Abbasiyah. Dengan tindakan itu,
akan terjadi pergeseran kekuasaan dari keluarga Abbasiyah
yang suni kepada keluarga alawiyin yang Syi’ah secara suka
rela dan damai. Namun Al-Rida meninggal sebelum Al-
Ma’mun wafat. Dengan demikian pergeseran kekusaan tidak
terjadi.
Catatan Peradaban Islam | 225