Page 235 - Catatan Peradaban Islam
P. 235
untuk mengumumkan pendiriannya kepada umat secara
resmi. Namun ia masih dicegah oleh hakim agung pada saat
itu, Yahya bin Aksum, yang menyarankan kepada khalifah
agar tidak condong ke salah satu fihak. Barulah setelah
Yahya bin Aksum wafat dan kemudian digantikan oleh
Ahmad bin Abi Dawud, Al-Ma’mun mengumumkannya
secara resmi.
Mihnah pertama-tama dilakukan Al-Mahmudi kalangan
pejabat keha-kiman, kemudian dikalangan ulama dan
gubernur, tetapi pemuka agama lainnya tidak diganggu. Isi
mihnah tersebut adalah tentang Al-Quran yang dikatakan
bahwa dirinya adalah mahkluk, bukan kalam Allah. Kalau Al-
Quran itu adalah kalam Allah, itu berarti Al-Quran Qadim,
sedangkan ia diciptakan, dan yang Qadim hanyalah Allah.
Siapa yang menolak keyakinan ini dipecat dari jabatannya.
Pelaksanaan mihnah ini diserahkan kepada gubernur
Baghdad, Ishaq bin Ibrahim. Pada mulanya mihnah hanya
berakibat pemecatan pada yang menentang, tetapi lama-
kelamaan menjadi tindakan yang lebih keras. Di samping ada
yang dipenjara ada juga yang dihukum mati. Hal ini, menurut
Al-Ma’mun penting karena yang mengakui Al-Quran itu
adalah kalam Allah dan Qodim sudah menjadi syirik dan
harus dihadapkan dengan mata pedang. Tercatat, Al-Ma’mun
telah lima kali melakukan mihnah. Dari sederet fukaha yang
ditindak akibat mihnah, terdapat Imam Ahmad bin Hambali,
yang menentang pendapat Mu’tazilah, sehingga dibelenggu
dan dipenjara.
Sebelum meninggal dalam usia 48 tahun, Al-Ma’mun,
sewaktu menumjuk saudaranya Al-Mutasim sebagai
penggantinya menjadi khalifah kedelapan, mening-galkan
sepucuk surat wasiat berisi perintah untuk melanjutkan
228 | Asep Solikin dan M. Fatchurahman