Page 234 - Catatan Peradaban Islam
P. 234
Pada tahun 819 M Al-Ma’mun kembali ke Baghdad
bersama para pengi-kutnya. Pada mulanya mereka masih
memakai lambang berwarna hijau, dan hal itu tidak menjadi
perhatian masyarakat Baghdad. Tetapi akhirnya terjadi rasa
tidak senang masyarakat terhadap lambang tersebut, maka
terpaksa Al-Ma’mun menukar kembali semua warna hijau
dengan warna hitam sebagai lambang warna Abbasiyah.
Pada masa aman inilah Al-Ma’mun kembali melakukan
pembenahan ke dalam. Perekonomian mulai dibenahi
kembali. Pertanian dikembangkan dengan teknik yang maju.
Al-Ma’mun mengembangkan paham Mu’tazilah, aliran
teologi rasional. Hal ini terjadi karena kebijaksanaannya
untuk menyerap ilmu pengetahuan dari Yunani. Walaupun
pada saat itu terdapat ulama dari Syi’ah, Khawarij dan Sunni,
berbagai macam diskusi didominasi oleh kaum Mu’tazilah.
Kesederhanaan ajaran Islam yang berpangkal pada
kesalehan, membuka peluang munculnya berbagai macam
bidah. Inilah yang diatasi kaum Mu’tazilah.
Akhirnya Al-Ma’mun menjadikan kazhab Mu’tazilah
menjadi aliran resmi pemerintahan. Untuk itu,
iamenjalankan tindakan Mihnah (pemeriksaan keyakinan
seseorang). Ia khawatir kalau-kalau di kalangan muslim
muncul penafsiran bahwa Al-Quran itu kalam Allah.
Pada mulanya Al-Ma’mun tidak menjelaskan
pendiriannya secara terbuka, karena khawatir akan terjadi
perbedaan pendapat dengan para ulama yang pada
umumnya beraliran Sunni. Barulah pada tahun 827 M Al-
Ma’mun mengumumkan pendiriannya yang cenderung pada
Mu’tazilah, tetapai pada saat itu baru terbatas di kalangan
istana. Tokoh utama Mu’tazilah pada saat itu, Ahmad bin Abi
Dawud dan Sumamah bin Al-Asyras, mendorong Al-Ma’mun
Catatan Peradaban Islam | 227