Page 283 - Catatan Peradaban Islam
P. 283
mempengaruhi alam fikirannya. Ibnu Rusyd menyebutnya
sebagai seorang yang agamis dalam berfilsafat, sementara
Al-Ghazali menjulukinya sebagai filosof yang begitu banyak
berfikir.
Walaupun sangat sering hanyut dalam fikirannya yang
mendalam, namun bukan berarti ia hanyut pula atas batas-
bats syariah dan Allah yang menciptakan dirinya. Ia sangat
menyanyangkan atas semakin jauhnya para failusuf yang
terjun dalam dunia filsafat. Baginya filsafat bukan bertujuan
untuk mendewakan akal sambil meyingkirkan eksistensi
wahyu yang sudah jelas kebenarannya.
Ia dianggap sebagi imam para filosof saaat itu. Bahkan
sebelum dan sesudahnya. Tentu saja sebagai seorang muslim
yang juga mendalami ilmu agama, filsafatnya sangat mantap
karena hasil dari perpaduan akal dan wahyu. Malah sering
apabila ia mendapatkan permasalahan yang sangat sulit
untuk difikirkan, ia terus pergi berwudhu dan terus ke
masjid guna melakukan shalat dan meminta petunjuk Allah
atas apa yang sedang ia renungi.
Mengikuti pendahulunya Al-Farabi, Ibnu Sina mengakui
bahwa alam ini diciptakan dengan jalan emanasi (memancar
dari Tuhan). Tuhan adalah wujud per-tama yang immateri
dan dari-Nyalah memancar segala yang ada. Tuhan sebagai
Al-Wujud Al-Awwal berfikir tentang dirinya, lalu dari
pemikiran itulah wujud kedua yang disebut akal pertama.
Akal pertama ini mempunyai tiga objek pemikiran, yaitu
Tuhan, dirinya sebagai wajib Al-Wujud, dan dirinya sebagai
mukmin Al-Wujud. Pemikiran akal pertama tentang Tuhan
melahirkan akal-akal berikutnya hingga mencapai akal yang
kesepuluh. Pemikiran akal pertama tentang dirinya sebagai
wajib Al-Wujud melahirkan dan memancarkan jiwa-jiwa
276 | Asep Solikin dan M. Fatchurahman