Page 278 - Catatan Peradaban Islam
P. 278
filsafat mereka tentang jiwa. Yang penting bagi manusia
adalah jiwa, bukan jasmaninya.
Kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan jiwa yang
dapat diperoleh dengan kontemplasi dan menjauhkan diri
dari keterikatan-keterikatan dengan benda-benda materil
yaitu dengan cara meninggalkan kesenangan jasmani. Di
akhirat hanya ada kesenangan jiwa, sehingga jasmani tidak
dapat dibangkitkan. Walaupun begitu filosof tidak
mengingkari adanya ayat-ayat yang menggambarkan
kesenangan jasmani di akhirat. Bagi mereka ayat-ayat
tersebut adalah konsumsi orang-orang awam.
Sebenarnya kata Ibnu Rusyd, Al-Ghazali mengakui
bahwa pembangkitan itu hanya bersifat ruhaniah. Pendapat
inilah yang menghantarkan Ibnu Rusyd menjadi filosof
terbesar Islam.
Dengan pendapat-pendapatnya yang seakan
berseberangan dengan para ulama Shuffi pada saat itu, maka
ada pula dari kalangan intelektual yang mengatakan bahwa
Ibnu Rusdy adalah seorang filosof yang anti agama. Padahal
kalau mau dikatakan dengan segala kejujuran berdasarkan
karyana justru dia adalah seorang filisofis muslim yang
sangat luar biasa kemampuannya dalam memadukan
kekuatan akal bersandarkan wahyu ilahi. Mereka
menyangka demikian karena perselisihan filsafat antara
kaum muslim sendiri dianggapnya sebagai pertentangan
yang merupakan lawan.
Pada mulanya mereka tidak sadar, bahwa perbedaan
pendapat kaum muslimin hanya berputar dalam lingkungan
Al-Quran dan hadits semata-mata. Sebenarnya filsafat Islam
tidak pernah keluar dari batas-batas agama. Anggapan ini
sebenarnya telah terjadi kerusakan dalam bangsa Eropa
Catatan Peradaban Islam | 271