Page 53 - Catatan Peradaban Islam
P. 53
masalah yang dihadapi, kaum Muslim boleh
mempergunakan al-ra 'yu atau ijtihad mereka.
Segera setelah Nabi Muhammad wafat, umat Islam
dihadapkan kepada masalah yang cukup pelik, yang tak
pernah timbul di kala Nabi masih hidup serta tak dijumpai
cara penyelesaiannya dalam al-Qur'an, yakni masalah
suksesi. Siapa yang menggantikan Nabi Muhammad sebagai
kepala negara Madinah. Sebagai diketahui Madinah telah
menjadi ibu kota dari negara yang bercorak konfederasi dari
suku-suku bangsa Arab yang terdapat di Semenanjung
Arabia di kala itu. Jadi ketika beliau wafat, beliau mempunyai
kedudukan bukan saja sebagai Rasul Allah, tetapi juga
sebagai kepala negara.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, para muasrikh
mencatat, telah terjadi pertemuan antara pemuka-pemuka
Muhajirin dan Ansar di Saqirah Bani Sa'adah. Karena tidak
adanya petunjuk yang jelas dalam al-Qur'an tentang siapa
pengganti Nabi sebagai kepala negara Madinah tersebut,
nyaris pertemuan itu menimbulkan perpecahan di kalangan
umat Islam. Kaum Ansar memajukan argumen pertolongan
yang mereka berikan kepada Nabi sehingga beliau berhasil
menaklukkan Makkah dan menyebarkan Islam di seluruh
Semenanjung Arabia. Kaum Muhajirin mengajukan pula
argumentasi mereka, yakni karena merekalah orang yang
pertama-tama pendukung dakwah Nabi Muhammad.
Andaikata mereka tidak ada, tidak akan mungkin Islam
berkembang dari jumlah yang sangat kecil, namun lama
kelamaan bertambah besar. Di samping argumen di atas,
kaum Muhajirin juga membawa perkataan Nabi "al-Aimmah
min Quraisy" (Para Pemimpin itu dari suku Quraisy) serta
perbuatan Nabi, yakni mewakilkan pelaksanaan tugas
menjadi imam shalat kepada Abu Bakar, yang orang Quraisy
46 | Asep Solikin dan M. Fatchurahman