Page 104 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 104
Mata Teduh Tumenggung Kenyapi menenangkan, dan sikap
bijaknya membuat dia semakin menyayangi
“Dugh”, suara terdengar agak keras seperti benda jatuh atau
pukulan. Semua pandangan mengarah pada arah suara itu, di
mana Antang dan pengawalnya duduk.
Namun, belum hilang penasaran dari arah asal suara itu, tiba-
tiba terdengar alunan karungut.
“Amun ulah bakas jadi i nenga
Maimbit andi blua bara huma
Harun manyewut cinta membara
Ela sampai uluh beken je tau umba”
Kalau orangtua sudah memberi izin
Membawa adik keluar dari rumah
Itu baru disebut cinta membara
Jangan smpai orang lain ikut
“Hmm syair, pantun” lirih Nyai Balau sambil tersenyum.
“Iya betul, karungut Dinda”, Tumenggung Kenyapi
memperjelas.
“Siapa dia, apakah Kanda mengundangnya? Suaranya merdu,
sangat tampan anak itu, syair atau karungutnya juga sangat
indah”.
Nyai Balau memuji anak remaja pelantun karungut itu. Anak
yang usianya sekitar 10 tahun itu berkulit kuning langsat, bersih,
matanya agak sipit terlihat teduh pandangannya. Sikap dalam
berpantunpun sopan. Dia kerap kali menganggukan kepala permisi,
setiap mulia berpantun.
CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah | 93