Page 105 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 105
Tidak hanya Nyai Balau yang mengagumi karungut anak itu.
Akan tetapi, kerabat, tamu yang mendengar pun ikut kerkesima
dengan penampilan sikap santun anak terebut.
“Kanda mendengar pertanyaan saya?” Nyai Balau bertanya pada
suaminya. “Iya, Dinda, Kanda memang mengundang pelantun
karungut.” Tetapi, bukan anak itu, ternyata anak itu tak kalah
bagus dalam berkarungut”.
Tradisi berkarungut merupakan karya yang dijunjung masyarakat
Dayak sebagai sastra besar klasik dan merupakan semacam syair,
pantun atau gurindam. Jika diamati lagi penggunaan rima atau
persamaan bunyi, karungut itu mirip syair. Pelantun karungut
mengisahkan syair-syair kebajikan dengan meramu bermacam
legenda, nasihat, teguran, dan peringatan mengenai kehidupan
sehari-hari atau disebut dengan sansana. Karungut sering dilantunkan
pada acara penyambutan tamu yang dihormati. Salah satu ekspresi
kegembiraan dan kebahagiaan diungkapkan dalam bentuk Karungut.
“Hai, sini kamu!, Antang dengan nada tinggi menunjuk ke
remaja pelantun karungut tersebut. Remaja tersebut kaget dan
heran mendengar ada orang yang menunjuk dirinya.
“Maaf, saya Tuan? Kata anak itu sedikit gugup. Apakah tuan
mrmanggil saya?”
Akan tetapi, sebelum remaja pelantun karungut itu mendekat
dan menghampiri Antang, Tumenggung Kenyapi menahannnya.
“Kemari dahulu Andi, sedari tadi saya belum menyapamu,”
Tumenggung Kenyapi menyapa remaja tersebut dengan
panggilan adik”.
94 | CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah