Page 108 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 108
Walaupun, kini hanya impian tapi harapan dan keyakinan Nyai
Balau, Tuhan Yang Maha Memberi pasti mendengarkan doa-
doanya.
Musim penghujan tiba, wilayah kerajaan Palangka dilingkari
hutan yang menghijau. Sungai Kahayan pun air melimpah. Terlihat
klotok nelayan dan penjual dari kota Kapuas, Tewah. Sesekali kapal
saudagar juga terlihat lewat.
Ada kapal yang dinaiki saudagar asal Kapuas yang dikenal sukses
berasal dari keluarga Purok. Orang yang memiliki kekuatan dan
kekuasaan. “Antang, anakku, tidakkah kau menginginkan, hidupmu
sukses kelak”
“Harta ayah berlimpah dan usaha sukses, itu sudah cukup
ayah,” sahut Antang dengan ringannya.
“Tidakah kau ingin bekerja dan kehidupanmu kelak lebih sukses
dari ayah. Dari pada hari-hari kau gunakan untuk berfoya.
Sudah seharusnya kau merantau untuk belajar, menimba ilmu
lagi sebagai bekal, nantinya kau lanjutkan usaha ayah”.
Memasuki bulan keenam, kepergian suaminya menuntut Ilmu,
Nyai Balau mengisi hari-hari dengan kegiatan menganyam purun.
Nyai Balau rajin dan terampil dalam menganyam. Kepiwaiannya
menganyam makin dikenal. Banyak perempuan di wilayah kerajaan
Palangka, Kapuas yang datang untuk belajar kerajinan tangan dengan
Nyai Balau. Tidak hanya keterampilan menganyam, tetapi kegiatan
bersyair, bahkan bela diri.
Rencana pagi itu, Nyai Balau akan mengunjungi ibu mertua.
Dia juga membawa tas anyaman purun yang bagus hasil karyanya.
Sesampai di pelabuhan dia bertemu dengan rombongan saudagar
Purok. Bagi Antang hal ini merupakan kesempatan yang tidak boleh
disia-siakan. Muncul pikiran jahat untuk menculik Nyai Balau. Apalagi
CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah | 97