Page 107 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 107
suaminya sangat bermanfaat untuk masa depan diri, bana dan
keluarga. Ilmu yang nantinya diperoleh juga akan ditularkan pada
Nyai Balau dan masyarakat kerajaan Palangka.
“Anakku, apakah kau belum tidur?” Nyai Balau kaget atas
pertanyaan ibu mertuanya. “Hm eh belum ibu”. Kebetulan
sekali ibu juga belum bisa tidur.
“Bersabar ya Nak, mudahan Kenyapi tidak lama lagi pulang”.
Semoga nanti memperoleh ilmu obat-obatan, termasuk
ramuan untuk kamu”. Ibu mertua menoleh ke arah Nyai Balau,
bersamaan dengan Nyai Balau juga menoleh ke ibu mertuanya
saat mendengar kalimat terakhir yang diucapkannnya.
Nyai Balau tanggap dengan arah ucapan ibu mertuanya. “Ibu,
maafkan ananda”, Nyai Balau menarik nafas panjang.
“Kami sudah berusaha. Akan tetapi, Tuhan Yang Maha Kuasa
belum mengkaruniai kami buah hati.”
Sore itu, di bawah pepohonan yang rindang, beberapa anak
bermain. Lompat-lompatan ada juga yang yang panjat turun pohon.
Tawa mereka ceria. Sesekali ada yang teriak karena dikagetkan atau
tertangkap temannya ketika kejar-kejaran. Dari jendela rumah,
sepasang mata indah menatap mereka dengan penuh harapan.
Senyum manis terkadang terurai dari bibir merahnya. Ingatan masa
kecilnya terbayang, melihat keceriaan anak-anak itu. Hatinya berkata,
dahulu dirinya juga bahagia seperti suasana ceria anak-anak itu. Nanti
juga akan bahagia ketika buah hatinya yang dinanti bermain seperti
itu. Dan dirinya memandangnya, menemani, menunggu selesai
bermain dan lari ke pelukannya, berebah ke pangkuannya, bermanja
kala dibelai rambutnya.
96 | CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah