Page 258 - Menelisik Pemikiran Islam
P. 258
Agama adalah kepunyaan ahli (pengikut) Hadits,
kebohongan kepunyaan kaum Rafidlah, (ilmu) Kalam
kepunyaan kaum Mu'tazilah, tipu daya kepunyaan
(pengikut) Ra'y (temuan rasional), Karena itu ditegaskan
oleh Ibn Taymiyyah bahwa Ilmu Kalam adalah keahlian
khusus kaum Mu'tazilah. Maka salah satu ciri pemikiran
Mu'tazili ialah rasionalitas dan paham Qadariyyah. Namun
sangat menarik bahwa yang pertama kali benar-benar
menggunakan unsur-unsur Yunani dalam penalaran
keagamaan ialah seseorang bernama Jahm ibn Shafwan
yang justru penganut paham Jabariyyah, yaitu pandangan
bahwa manusia tidak berdaya sedikit pun juga berhadapan
dengan kehendak dan ketentuan Tuhan. Jahm mendapatkan
bahan untuk penalaran Jabariyyah-nya dari
Aristotelianisme, yaitu bagian dari paham Aristoteles yang
mengatakan bahwa Tuhan adalah suatu kekuatan yang
serupa dengan kekuatan alam, yang hanya mengenal
keadaan-keadaan umum (universal) tanpa mengenal
keadaan-keadaan khusus (partikular). Maka Tuhan tidak
mungkin memberi pahala dan dosa, dan segala sesuatu
yang terjadi, termasuk pada manusia, adalah seperti
perjalanan hukum alam. Hukum alam seperti itu tidak
mengenal pribadi (impersonal) dan bersifat pasti, jadi tak
terlawan oleh manusia. Aristoteles mengingkari adanya
Tuhan yang berpribadi personal God. Baginya Tuhan adalah
kekuatan maha dasyat namun tak berkesadaran kecuali
mengenai hal-hal universal. Maka mengikuti Aristoteles itu
Jahm dan para pengikutpya sampai kepada sikap
mengingkari adanya sifat bagi Tuhan, seperti sifat-sifat
kasib, pengampun, santun, maha tinggi, pemurah, dan
seterusnya. Bagi mereka, adanya sifat-sifat itu membuat
Tuhan menjadi ganda, jadi bertentangan dengan konsep
Tauhid yang mereka akui sebagai hendak mereka tegakkan.
Menelisik Pemikiran Islam | 251

