Page 259 - Menelisik Pemikiran Islam
P. 259
Golongan yang mengingkari adanya sifat-sifat Tuhan itu
dikenal sebagai al-Nufat ("pengingkar" [sifat-sifat Tuhan])
atau al-Mu'aththilah ("pembebas" [Tuhan dari sifat-sifat]).
Kaum Mu'tazilah menolak paham Jabiriyyah-nya kaum
Jahmi. Kaum Mu'tazilah justru menjadi pembela paham
Qadariyyah seperti halnya kaum Khawarij. Maka kaum
Mu'tazilah disebut sebagai "titisan" doktrinal (namun tanpa
gerakan politik) kaum Khawarij. Tetapi kaum Mu'tazilah
banyak mengambil alih sikap kaum Jahmi yang mengingkari
sifat-sifat Tuhan itu. Lebih penting lagi, kaum Mu'tazilah
meminjam metologi kaum Jahmi, yaitu penalaran rasional,
meskipun dengan berbagai premis yang berbeda, bahkan
berlawanan (seperti premis kebebasan dan kemampuan
manusia). Hal ini ikut membawa kaum Mu'tazilah kepada
penggunaan bahan-bahan Yunani yang dipermudah oleh
adanya kegiatan penerjemahan buku-buku Yunani,
ditambah dengan buku-buku Persi dan India, ke dalam
bahasa Arab. Kegiatan itu memuncak di bawah
pemerintahan al-Ma'mun ibn Harun al-Rasyid.
Penterjemahan itu telah mendorong munculnya Ahli Kalam
dan Falsafah.
Khalifah al-Ma'mun sendiri, di tengah-tengah
pertikaian paham berbagai kelompok Islam, memihak kaum
Mu'tazilah melawan kaum Hadits yang dipimpin oleh
Ahmad ibn Hanbal (pendiri mazhab Hanbali, salah satu dari
empat mazhab Fiqh). Lebih dari itu, Khalifah al-Ma'mun,
dilanjutkan oleh penggantinya, Khalifah al-Mu'tashim,
melakukan mihnah (pemeriksaan paham pribadi,
inquisition), dan menyiksa serta menjebloskan banyak
orang, termasuk Ahmad ibn Hanbal, ke dalam penjara. Salah
satu masalah yang diperselisihkan ialah apakah Kalam atau
Sabda Allah, berujud al-Qur'an, itu qadim (tak terciptakan
252 | Asep Solikin

