Page 266 - Menelisik Pemikiran Islam
P. 266

dengan  ungkapan  "bi  la  kayfa"  (tanpa  bagaimana)  untuk
               pensifatan  Tuhan  yang  bernada  antropomorfis  (tajsim)
               menggambarkan  Tuhan  seperti  manusia,  misalnya,
               bertangan, wajah, dan lain-lain. Metode al-Asy'ari ini sangat
               dihargai, dan merupakan unsur kesuksesan sistemnya.
                   Tetapi  bagian-bagian  lain  dari  metodologi  al-Asy'ari,
               juga epistemologinya, banyak dikecam oleh kaum Hanbali.
               Di  mata  mereka,  seperti  halnya  dengan  Ilmu  Kalam  kaum
               Mu'tazilah, Ilmu Kalam al-Asy'ari pun banyak menggunakan
               unsur-unsur  filsafat  Yunani,  khususnya  logika  (manthiq)
               Aristoteles.
                   Dalam  penglihatan  Ibn  Taymiyyah,  logika  Aritoteles
               bertolak  dari  premis  yang  salah,  yaitu  premis  tentang
               kulliyyat  (universals)  atau  al-musytarak  al-muthlaq
               (pengertian umum mutlak), yang bagi Ibn Taymiyyah tidak
               ada  dalam  kenyataan,  hanya  ada  dalam  pikiran  manusia
               saja   karena   tidak   lebih   daripada   hasil  ta'aqqul
               (intelektualisasi). Demikian pula konsep-konsep Aristoteles
               yang  lain,  seperti  kategori-kategori  yang  sepuluh  (esensi,
               kualitas, kuantitas, relasi, lokasi, waktu, situasi, posesi, aksi,
               dan  pasi),  juga  konsep-konsep  tentang  genus,  spesi,
               aksiden, properti, dan lain-lain, ditolak oleh Ibn Taymiyyah
               sebagai basil intelektualisasi yang tidak ada kenyataannya
               di dunia luas. Maka terkenal sekali ucapan Ibn Taymiyyah
               bahwa "hakikat ada di alam kenyataan (di luar), tidak dalam
               alam pikiran" (Al-haqiqah fi al-ayan, la fi al-adzhan).
                   Epistemologi Ibn Taymiyyah tidak mengizinkan terlalu
               banyak  intelektualisasi,  termasuk  interprestasi.  Sebab
               baginya  dasar  ilmu  pengetahuan  manusia  terutama  ialah
               fithrah-nya: dengan fithrah itu manusia mengetahui tentang
               baik dan buruk, dan tentang benar dan salah. Fithrah yang


                                             Menelisik Pemikiran Islam | 259
   261   262   263   264   265   266   267   268   269   270   271