Page 114 - Belajar & Pembelajaran
P. 114
satu ke pengukuran yang lain. Dengan kata lain, keterandalan dapat kita
artikan sebagai tingkat kepercayaan keajegan hasil evaluasi yang diperoleh dari
suatu instrumen evaluasi. Keterandalan berhubungan erat dengan kesahihan,
karena keterandalan menyediakan keajegan yang memungkinkan terjadinya
kesahihan (Arikunto, 1990: 81; Gronlund, 1985: 87). Kemungkinan terjadinya
kesahihan karena adanya keajegan, tidak selalu menjamin bahwa hasil evaluasi
yang andal (reliabet) akan selalu menjawab bahwa hasil evaluasi sahih (valid).
Dan sebaliknya keterandalan tidak dijamin ada pada hasil evaluasi yang
memenuhi syarat kesahihan. Keterandalan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
yakni hal yang berhubungan dengan tes itu sendiri, hal yang berhubungan
dengan tercoba (testee), dan hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan
tes (Arikunto, 1990: 82-84). Sedangkan Gronlund mengemukakan adanya 4
(empat) faktor yang mempengaruhi keterandalan, yakni: panjang tes (banyak
sedikitnya n«m tes), sebaran skor, tingkat kesulitan tes, dan objektivitas
(Gronlund, 1985: 100-104). Untuk memperjelas tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi keterandalan, akan diuraikan berikut ini.
1) Panjang tes (length of test). Panjang tes berhubungan dengan banyaknya
butir tes, pada umumnya lebih banyak butir tes lebih tinggi keterandalan
evaluasi. Hal ini terjadi karena makin banyak soal tes makin banyak
sampel yang diukur, proporsi jawaban benar makin banyak, dengan
demikian faktor tebakan (guessing) makin rendah. Karena pengertian tes
dilakukan dengan tidak banyak menebak, maka keterandalan hasil
evaluasi semakin tinggi.
2) Sebaran skor (spread of scores). Koefisien keterandalan secara langsung
dipengaruhi oleh sebaran skor dalam kelompok tercoba. Dengan kata lain,
besarnya sebaran skor akan membuat perkiraan keterandalan yang lebih
tinggi akan terjadi menjadi kenyataan. Karena koefisien keterandalan yang
lebih besar dihasilkan pada saat orang perorang tetap pada posisi yang
relatif sama dalam satu kelompok dari satu pengujian ke pengujian
lainnya, itu berarti selisih yang dimungkinkan dari perubahan posisi dalam
kelompok juga menyumbang memperbesar koefisien keterandalan.
3) Tingkat kesulitan tes {difficulty of tes). Tes acuan norma (norm referenced
test) yang paling mudah atau paling sukar untuk anggota-anggota
kelompok yang mengerjakan, cenderung menghasilkan skor tes
keterandalan yang rendah. Ini disebabkan antara hasil tes yang mudah
dan yang sulit keduanya dalam satu sebaran skor yang terbatas. Untuk tes
yang mudah, skor akan berada bersama-sama pada bagian atas dan akhir
skala penilaian. Sedangkan untuk tes yang sulit, skor mengelompok
bersama-sama pada bagian akhir bawah skala penilaian. Untuk kedua tes
(mudah dan sukar), perbedaan antar orang per-orang kecil sekali dan
Konsep Dasar Evaluasi Belajar dan Pembelajaran | 107