Page 137 - Makna Sosial Burung Enggang
P. 137
LeviStrauss menempatkan mitos atau dongen dalam alur
utama secara linier, menjadi potongan-potongan dalam beberapa
episod yang masing-masing memuat penjelasan mengenai sebuah
ide atau topik tretentu. Makna dari suatu episode tergantung
pada keseluruhan teks dengan memperhatikan posisi episode itu
sendiri dalam keseluruhan kisah (Howard, 1985).
Masyarakat suku Dayak memandang mitos tidak hanya
sebagai cerita. Mitos menjadi kontrol masyarakat suku Dayak
dalam berperilaku. Mitos merupakan hal-hal gaib yang
didalamnya menceritakan tentang para dewa sebagai tokoh
utama. Masyarakat Dayak menjadikan mitos burung enggang
sebagai landasan dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
Mitos burung enggang yang dianggap suci merupakan gambaran
masyarakat suku Dayak. Batik burung enggang di era 4.0 menjadi
salah satu seragam batik yang digunakn di berbagai instansi
di Kalimantan Tengah. Batik burung enggang dikemas secara
modern namun nilai-nilai filosofi burung enggang tetap melekat
dihati pengguna khususnya masyarakat suku dayak Kalimantan
Tengah.
Batik modern hadir di seluruh Indonesia, khususnya pada
hari Jumat, hari batik yang ditetapkan secara resmi pegawai
perkantoran menggunakan batik burung enggang. Apresiasi batik
juga meningkat secara signifikan dalam dua dekade terakhir,
dikenakan di acara-acara negara dan lokal menggunakan batik
khususnya batik burung enggang.
Berbagai fenomena sosial yang muncul di tengah masyarakat
disebabkan oleh kesalahan paradigma, distorsi simbolisme,
arah yang salah, pengetahuan sejarah yang buruk yang dapat
menginspirasi generasi muda, yaitu filosopi burung enggang
yang perlu dikelakan lebih jauh kepada masyarakat khususnya
generasi suku Dayak. Falsapah dan nilai-nilai yang terkandung
dari burung enggang menggugah inspirasi para pencipta (seniman
|
124 Aquarini, Ishomuddin, Vina Salviana DS., M. Fatchurrahman