Page 114 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 114
menghadap ke kiblat, migrab di tembok itu diarahkan menghadap barat
laut yang menunjukkan kiblat yang tepat. Tikar di lantai karena alasan
yang sama sedikit bergeser. Pada tiga sisi bangunan ini sebuah beranda
kecil terbuka disediakan untuk melakukan sholat apabila pengunjungnya
banyak. Di beranda depan ditemukan kentongan, sebuah potongan kayu
dilobangi yang terbuat dari kayu nangka, yang dipukul dengan palu yang
terbuat dari kayu juga. Seorang wanita tua bertugas memukul kentongan
secara rutin bila waktu sholat tiba. Di beranda selatan terdapat sebuah
keranda mayat (bandosa) yang diserahkan sebagai wakaf oleh seseorang
yang soleh dan digunakan untuk mengusung jenazah apabila seorang
wanita meninggal dunia. Pada sisi utara masjid, yang dipisahkan melalui
sebuah gang tertutup atap, terdapat bangunan tambahan. Pertama-tama
terdapat sebuah ruang terbuka di sisi depan di mana sebuah sumur dan
bak berlapis semen yang diisi dengan air. Di sini kaum wanita membasuh
kaki mereka. Selain itu ada sebuah ruang yang tertutup dengan pintu di
mana disediakan air untuk wudhu atau untuk mandi bagi kaum wanita,
khususnya ketika saat sholat telah tiba. Sebelum masuk ke masjid, tanpa
perlu melakukan wudhu di rumah atau karena sebab lain karena sedang
berada dalam kondisi tidak suci. Pada ujung gang tertutup antara masjid
dan bangunan tambahan. Pada malam hari tampak seorang wanita
tua yang tuli sebagai petugas kebersihan masjid tidur. Tugas yang
diembannya adalah memukul kentongan lima kali sehari pada saat
tibanya waktu sholat secara rutin. Ia tidak akan jauh pergi dari masjid
itu, karena baik subuh, siang, sore maupun malam harus menjalankan
tugasnya. Dengan bermalam di masjid sini, biasanya beberapa wanita tua
lainnya tidur di situ, atau bila ada wanita pedagang dari kota lain yang
akan menginap di Yogyakarta, dapat menginap di tempat itu.
Setiap petang antara sholat magrib dan sholat ishak, di masjid
perempuan ini diberikan pelajaran agama. Sampai tahun 1930 seorang
kiai melaksanakan tugas itu, tetapi sejak itu dia melimpahkan tugas ini
kepada dua orang perempuan yang saling bergantian. Pendengarnya
[112] K.H. Ahmad Dahlan