Page 115 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 115
adalah wanita dewasa, kebanyakan wanita tua. Siapa yang datang ke
masjid pada saat itu pasti akan melihat sekelompok besar wanita yang
berbusana putih, duduk di atas tanah dan mendengar penuh perhatian
kepada guru yang berada di tengahnya.
Masjid perempuan di Yogyakarta ini merupakan satu-satunya di Jawa,
bahkan tidak pernah ditemui di negara Islam mana pun. Rumah ibadah lain
bagi kaum perempuan, yang biasa disebut dengan istilah Jawa langgar atau
bahasa Arab musholla, sejak berkembangnya organisasi Muhammadiyah
mulai juga dijumpai di tempat-tempat lain. Semuanya berdiri berkat
cabang wanita organisasi Muhammadiyah yang disebut Aisiyah (Nama
Aisiyah diambil dari salah satu istri Nabi Muhamad). Masjid di Kauman
Yogyakarta adalah yang tertua, yang didirikan pada 1341 Hijriah atau
1922-1923. Aisiyah cabang Garut mengikuti jejak Aisiyah di Yogyakarta
dengan mendirikan sebuah Masjid perempuan di kampung Pengkolan;
sebuah masjid yang dibangun dengan menggunakan batu kecil segi empat
yang berdiri di pelataran dalam sebuah kompleks rumah ibadah bagi kaum
laki-laki. Masjid perempuan ini didirikan pada Februari 1926.
Sebuah masjid perempuan ketiga berdiri di Karangkajen, sebuah
kampung di luar kota Yogyakarta. Masjid ini didirikan pada 1927. Biaya
pembangunannya mencapai jumlah f 6.000. Bangunan masjid ini dibuat
dari batu, layaknya sebuah langgar biasa. Dari luar masjid perempuan
ini sangat mencolok dengan tembok tanpa jendela yang dicat warna putih
tinggi di atas pagar bambu yang dianyam. Di sebuah kampung lain di
Yogyakarta, yaitu di kampung Suronatan, juga didirikan masjid khusus
bagi kaum perempuan. Dalam beberapa tahun berikutnya rumah ibadah
serupa didirikan di kampung Plampitan Surabaya, kampung Keprabon
Solo. Di kabupaten Purwakarta juga dibangun sebuah masjid untuk
kaum perempuan, yang didirikan di desa Ajibarang.
Pembangunan masjid khusus perempuan ini juga disemangati oleh
gerakan Islam Modern pada awal abad XX, gerakan bagi kemajuan
perempuan Islam yang berjalan seiring dengan gerakan Islam Modern
K.H. Ahmad Dahlan [113]