Page 116 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 116
tersebut. Kelompok modernis melihat bahwa Islam telah memberikan
dasar bagi emansipasi perempuan. Oleh karena itu, organisasi modernis
yang paling dikenal di Indonesia Muhammadiyah yang didirikan pada
1912 oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan juga memberikan perhatian yang
10
besar terhadap organisasi wanita muslim.
Secara prinsip Ahmad dahlan menghendaki kegiatan kaum wanita
muslim ini diberi wadah. Pada 1917, ia membentuk organisasi yang
menampung kegiatan kaum wanita terutama dalam pelaksanaan kursus
pelajaran agama. Istri ketiga Ahmad Dahlan, yakni Nyai Siti Walidah
Ahmad Dahlan diangkat menjadi pemimpinnya. 11 Wadah bagi kaum
wanita ini diberi nama Aisiyah seperti telah disebutkan terdahulu.
Aktivitas pertama Aisiyah adalah memperluas pendidikan agama bagi
kaum wanita muslim dengan membangun masjid, kelompok pembaca
Qur’an, menerbitkan majalah serta jurnal keagamaan. Aisiyah mengikuti
agenda organisasi induknya dengan menyebarluaskan pendidikan bagi
kaum wanita dalam memperjuangkan perannya yang lebih luas.
Kegiatan Aisiyah diikuti oleh banyak wanita, dan tumbuh secara
pesat. Orgaisasi ini mendorong wanita untuk terlibat dalam kegiatan
umum di samping kewajiban utama untuk merawat dan membesarkan
anak-anak mereka seperti ditegaskan dalam ajaran Islam. Aktivitas
pendidikan dilakukan dalam upaya memperjuangkan kemakmuran
wanita dengan mengelola taman kanak-kanak dan membuka sekolah
kejuruan bagi para gadis dalam menunjang kebutuhan rumah tangganya
kelak. Pada 1930, kegiatan Aisiyah meluas hingga keluar kota Yogyakarta
10 Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan segera bergabung
dengan organisasi lainnya seperti Budi Oetomo dan Sarekat Islam. Muhammadiyah
mendukung perjuangan organisasi-organisasi tersebut yang memperjuangkan
kemerdekaan, Prinsip utama dari organisasi Muhammadiyah adalah Amar Ma’ruf Nahi
Mungkar, dengan melakukan kegiatan bersama-sama dengan anggota masyarakat yang
menerapkan prinsip Islam dalam masyarakat. Selanjutnya Lihat Kathryn Robinson. 2009.
Gender, Islam and Democracy in Indonesia. Oxon: Routledge, hlm. 40-41.
11 Seorang tokoh wanita sezaman menjelaskan bahwa Siti Walidah adalah puteri
seorang Kiai. Ia dididik dalam memahami Al Qur’an dan Hadits dengan ketat. (Idem,
2009, hlm. 41).
[114] K.H. Ahmad Dahlan