Page 150 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 150

propaganda baru dilakukan di kota Bandung, Haji Soedjak menjelaskan
                       bahwa Muhammadiyah tidak pernah datang kecuali bila diminta. Selain
                       itu baru dalam  delapan tahun terakhir Muhammadiyah membuka diri
                       bagi ummat dari seluruh tanah air, yang sebelumnya hanya terbatas
                       ummat yang tinggal di Vorstenlanden.


                   D.  Muhammadiyah Menurut Pandangan Lawan-Lawannya

                   Dari pengamatan yang dilakukan oleh beberapa orang tokoh nasional, banyak
                   yang berpendapat bahwa organisasi Muhammadiyah dianggap sebagai
                   kaki tangan dari Partij Economische Bond, dan dicap sebagai kaki tangan
                   kapitalis.


                       D1. Muhammadiyah anti-politik
                          Tokoh-tokoh   Muhmmadiyah    selalu  menyampaikan   dalam
                       propagandanya bahwa organisasi ini adalah organisasi keagamaan
                       dan bukan organisasi politik. Bahkan dikatakan bahwa organisasi ini
                       anti-politik. Pada awal 1925, atau bahkan sebelum tahun itu, PSI atau
                       orang-orang PSI mulai menyadari sejauh mana usaha Muhammadiyah
                       ini. Meskipun demikian, baru terjadi pada kongres PSI di Pekalongan
                       pada 1928, bahwa PSI sendiri menjaga jarak Muhammadiyah, dengan
                       menerapkan disiplin partai.
                           Keputusan yang dikaitkan dengan     disiplin PSI terhadap
                       Muhammadiyah tidak hanya dianggap sebagai suatu kesalahan oleh
                       Muhammadiyah dan para anggotanya, tetapi juga oleh partai-partai lain.
                       PSI, yang karena kedisiplinan ini dianggap tidak sama, hanya menjawab
                       dengan ungkapan “hmmmm”. Salah bila menghilang, demikian pendapat
                       para tokoh  PSI.

                           Pada 1927 di wilayah koloni muncul kembali sebuah partai politik,
                       yakni PNI. Juga di Yogyakarta,  didirikan sebuah cabang organisasi ini,
                       dengan Mr. Soejoedi sebagai ketua. Bersamaan dengan pendirian PNI di




               [148]    K.H. Ahmad Dahlan
   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155