Page 156 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 156

tanggapan. Biarpun seorang anggota saja yang hadir dalam rapat PAPI,
                       namun mereka tidak melakukannya. Dikatakan juga bahwa pengurus
                       pusat Hizboel Wathan dengan surat edaran telah melarang semua
                       cabangnya untuk bergabung dalam PAPI, karena Hizboel Wathan merasa
                       lebih tinggi daripada PAPI.
                           Demikian juga dengan perkumpulan sepak bolanya. Di Yogyakarta
                       telah didirikan sebuah organisasi perkumpulan sepakbola bumi putra,
                       yang telah berulang kali meminta Hizboel Wathan menjadi anggota.
                       Namun, Hizboel Wathan tidak menghendakinya dan lebih suka menyuruh
                       pemainnya menjadi anggota Perkumpulan sepak bola Eropa.


                       D4.  PKO
                       Cabang ini mempunyai sebuah panti asuhan. Cabang ini semula juga
                       mempunyai sebuah rumah sakit. Kepemilikan sebuah panti asuhan ini
                       sering digunakan sebagai propaganda oleh para anggota Muhammadiyah
                       demi kemajuan  organisasi mereka. Namun orang harus tahu bahwa
                       panti asuhan ini tidak berbeda dengan panti asuhan milik negara,
                       karena biayanya ditutup dari subsidi, yang tidak hanya untuk menutupi
                       kebutuhan panti asuhan tetapi juga memberikan keuntungan bagi
                       Muhammadiyah. Dari kantor urusan bumi putra dilaporkan bahwa 8
                       bulan pertama pada 1928 telah disumbangkan banyak dana ke instansi
                       ini. MDPKO memperoleh hak untuk mengelolanya sendiri. Jadi bukan
                       sebuah merupakan usaha nasional. Selain itu ada makanan jatah yang
                       mereka berikan kepada fakir miskin, yang menurut berita yang diperoleh
                       kualitasnya sangat buruk sehingga tidak pantas disebut sebagai panti
                       asuhan yang dimiliki oleh ummat Islam. Di sana orang mendapatkan
                       beras merah (sekarang telah diganti dengan beras putih, tetapi bercampur
                       pasir), sebagai lauknya sepotong tempe dan kadang-kadang ikan asing
                       sebesar jari; sementara beras hampir tidak mencukupi. Menurut sebagian
                       orang sejak lama  ransum itu tidak layak, karena mirip dengan ransum  di
                       rumah tahanan. Sementara itu makanannya dianggarkan oleh pemerintah




               [154]    K.H. Ahmad Dahlan
   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161